Rabu, 09 Februari 2011

HUBUNGAN SEMANTIK DALAM ILMU PERPUSTAKAAN DAN ILMU INFORMASI

HUBUNGAN SEMANTIK DALAM ILMU PERPUSTAKAAN DAN ILMU INFORMASI
PENERAPAN HUBUNGAN SEMANTIK DALAM
ILMU PERPUSTAKAAN DAN ILMU INFORMASI (INFORMATIKA)





Oleh
Lukman Budiman, S.Hum



PENERAPAN PRINSIP SEMANTIK DALAM ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI (INFORMATIKA)

PENGERTIAN SEMANTIK DALAM ILMU BAHASA

Semantik (Bahasa Yunani: semantikos, memberikan tanda, penting, dari kata sema, tanda) adalah cabang linguistik yang mempelajari makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Semantik biasanya dikontraskan dengan dua aspek lain dari ekspresi makna: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh agen atau komunitas pada suatu kondisi atau konteks tertentu (Wikipedia, 2010).
Penerapan konsep semantik pada beberapa ranah ilmu dimana informasi dijadikan sebagai objek kajiannya misalnya pada ilmu perpustakaan, ilmu informasi, informatika, adalah tetap tanpa meninggalkan pengertian dasarnya, yaitu, hubungan antara dua kata berdasarkan maknanya.
Berangkat dari tugas sebelumnya mengenai penelaahan tentang prinsip semantik pada kegiatan pengindeksan subjek yang menjelaskan tentang hubungan satu kata dengan kata lainnya yang diikat oleh maknanya. Hal itu membuat penulis ingin mengetahui lebih jauh penerapan dan pengembangan hubungan semantik dalam ilmu informasi dan informatika. Penerapan konsep semantik yang awalnya lahir dari ilmu bahasa (linguistik) akhirnya juga merambah ke ilmu perpustakaan, dan akhirnya dalam perkembangannya juga menjadi kajian ilmu informasi. Pada buku Rowley (2000), pembahasan semantik diletakan pada bagian yang membahas tentang akses, bab pengindeksan dan bahasa penelusuran (searc language). Sementara American Library Assciation (ALA) menempatkan semantik pada bagian pembahasan komisi mengenai analisis subjek (Michel,1997).
Hubungan semantik adalah membangun hubungan di antara dua kata atau istilah berdasarkan artinya. Hubungan semantik bersifat tetap/ permanen―jika tidak diubah susunannya―pada setiap dokumen yang diindeks atau dicari. Hubungan semantik bersifat stabil, jika istilah dijaga tetap konsisten dalam bahasa indeks dan tidak menerima perubahan dalam rangka mengakomodasi kebutuhan pengindeksan dokumen tertentu. Secara teori, istilah tersebut seharusnya dapat ditransfer di antara bahasa pengindeksan, namun dalam prakteknya terdapat pertimbangan lain (misalnya kecenderungan / bias disiplin dan tingkat kekhususan) yang menghalanginya. Hubungan semantik mengatur hubungan arti setiap pasangan kata (contohnya: laut / samudra, kaki / lutut, makanan / diet) - atau lebih tepatnya bagaimana keterkaitan arti kata kedua dengan yang pertama. (Rowley, 2000).

PENERAPAN SEMANTIK DALAM ILMU PERPUSTAKAAN
Penerapan hubungan semantik dalam ranah ilmu perpustakaan digunakan pada kegiatan pengolahan bahan perpustakaan. Hubungan semantik berkaitan erat dengan analisis subjek dan penentuan istilah dalam pengindeksan sebagai titik akses yang bermanfaat pada proses temu-balik informasi. Oleh karena itu, hubungan dua kata atau istilah ini selanjutnya diuraikan lebih lanjut dalam berbagai bentuk kategori hubungan .

Jenis Hubungan Semantik
Berikut disarikan uraian mengenai hubungan semantic menurut Rowley dan American Library Association (ALA). Ada tiga jenis hubungan semantic yaitu :
1. hubungan kesetaraan
2. hubungan Hirarkis
3. hubungan Asosiatif

1. Hubungan kesetaraan (Equivalence Relationship)
a. Variasi penulisan kata (lexical variants) terdiri dari tunggal/jamak (singular/plural), Tanda hubung (Hyphens), Pembalikan (inversions), Singkatan (acronyms), Variasi ejaan (spelling variants), Istilah teknis/populer (Technical/popular)
b. Variasi bahasa (Language variations), terdiri dari Regional, National, Absolute synonyms
c. Sinonim (synonyms)
d. Sinonim palsu (Quasi synonyms)
2. Hubungan Hirarkis (Hierarchical Relationship)
a. General relationship atau Genus/Species
b. Partitive atau Part/Whole
c. Class/instance atau Class of one
3. Hubungan Associative (Associative Relationship)
a. Field of study/object of study
b. Field of study/practitioner
c. Agent/process
d. Causal relationship
e. Position in time and space
f. Frequently interchangeable/near synonyms


PENERAPAN SEMANTIK DALAM ILMU INFORMASI DAN INFORMATIKA

Semantik dalam HTML
Diasumsikan bahwa pembaca sudah memahami pengertian HTML. Semantic HTML adalah cara penyusunan tag-tag HTML yang tepat yang bisa mewakili arti atau maksud yang sebenarnya dari isi konten (artikel) web/blog yang disajikan. (Setiawan, 2009).
Jadi bisa diartikan bahwa semantic HTML merupakan salah satu bentuk representasi dari bahasa yang biasa kita gunakan, yang termasuk dalam salah satu bentuk komunikasi, sama dengan bentuk-bentuk komunikasi yang lain. Dengan kata lain: konten pada halaman kita adalah kata-kata yang kita ucapkan. Ilustrasinya sederhana, bila kita melakukan penekanan pada beberapa kata saat berbicara, maka sama halnya dengan tag emphasize (strong dan em) untuk memberikan penekanan tertentu pada teks yang kita tulis (Fanari, 2009).
Sebuah search engine raksasa seperti Google pun memerlukan semacam panduan dalam menentukan struktur dan topic sebuah laman web melalui crawler nya. Sematic HTML bertugas membantu menentukan struktur yang baik sebuah laman web.
Selain struktur dan topik, penerapan semantik mendukung struktur tag yang lebih bernilai tinggi jika dibandingkan dengan halaman yang disusun menggunakan banyak inline styles, tag, dan gambar-gambar sebagai aksesoris web. Petimbangannya, walaupun kedua halaman tersebut mengandung isi web yang sama, akan tetapi halaman dengan semantik lebih efektif dengan menggunakan tag (heading, paragraph, link, title, list) dibandingkan dengan halaman dengan banyak markup tambahan yang sesungguhnya tidak memberikan informasi apa-apa kepada crawler. Semantik memungkinkan penggunaan tag-tag yang lebih efektif dan relevan, memungkinkan menambah keyword density, dan akhirnya bisa memperkecil ukuran halaman web.
Ada beberapa cara untuk membuat halaman menjadi lebih semantic dengan mengoptimalkan struktur yang sudah ada. Halaman terdiri dari judul, heading, sub-heading, kemudian konten. Konten ini juga bisa berisi beberapa paragraf teks, daftar, kutipan, gambar, dan tabel. Semua jenis informasi tersebut mempunyai tag masing-masing. Nah, kita akan memulainya dengan judul ().
1. Memberi judul (title) halaman web secara benar
Daftar judul hasil penenelusuran di search engines Google diambil dari tag setiap halaman. Untuk keperluan bagi penelusur informasi web di internet, penempatan judul artikel di awal judul halaman akan membuat halaman akan terlihat lebih informative. Hal tersebut akan bisa dilakukan dengan cara manual ata enggunakan plug in.
2. Memberi kepala (heading)
Heading digunakan untukeb hasil penelusuran di search engine Google diambil lebih memudahkan penentuan topic. Heading dimulai denan h1 sampai denan h6.
3. Membuat isi (content) artikel lebih semantic
Misalnya dengan menggunakan tag disetiap paragraph; menggunakan disetiap kutipan; gunakan bila diperlukan; gunakan atau disetiap kode HTML, CSS, PHP atau kode pemograman lain, dsb.
Memang belum ada aturan yang baku untuk menerapkan semantic di HTML. Pemahaman terhadap konsep HTML mempengaruhi interpretasi dalam membuat halaman web sehingga memenuhi unsur semantic.

WEB SEMANTIK (SEMANTIC WEB)
Pengertian Semantic Web
Semantic web adalah sebuah visi, ide atau pemikiran dari bagaimana memiliki data pada web yang didefinisikan dan dihubungkan dengan suatu cara dimana dapat digunakan oleh mesin tidak hanya untuk tujuan display, tetapi untuk otomatisasi, integrasi dan penggunaan kembali data diantara berbagai aplikasi.
Semantic web adalah sebuah web dari data, seperti layaknya sebuah basis data global. Pendekatan Semantic web mengembangkan bahasa untuk mengekspresikan informasi dalam bentuk yang dapat diproses oleh mesin (machine processable). Ide dasarnya adalah untuk membawa Web memiliki definisi dan link data sehingga dapat digunakan lebih efektif untuk mencari, otomasi, integrasi dan re-use informasi pada berbagai aplikasi. [W3C].]
Istilah web semantik itu sendiri diperkenalkan oleh Tim Berners-Lee, penemu World Wide Web. Sekarang, prinsip web semantik disebut-sebut akan muncul pada Web 3.0, generasi ketiga dari World Wide Web. Bahkan Web 3.0 itu sendiri sering disamakan dengan web semantik. Web semantik menggunakan XML, XMLS (XML Schema), RDF, RDFS (Resources Description Framework Schema) dan OWL.
Tim Berners-Lee berkata:
‘’People keep asking what Web 3.0 is. I think maybe when you've got an overlay of scalable vector graphics - everything rippling and folding and looking misty - on Web 2.0 and access to a semantic Web integrated across a huge space of data, you'll have access to an unbelievable data resource‘’
Semantic web dikembangkan oleh sebuah tim di World Wide Web Consortium. Hingga saat ini Semantic web masih dalam tahap pengembangan dan penyempurnaan, karena teknologi ini masih baru digunakan dan tim masih mengembangkan metode masing-masing untuk mengembangkan Semantic web (Setiawan, 2009).
Web semantik merujuk kepada kemampuan aplikasi komputer untuk lebih memahami bahasa manusia, bukan hanya bahasa yang baku dari para penggunanya tetapi juga bahasa yang lebih kompleks, seperti dalam bahasa percakapan sehingga memudahkan penggunanya untuk berkomunikasi dengan mesin. Web semantik dapat mengolah bahasa dan mengenali homonim, sinonim, atau atribut yang berbeda pada suatu database.(Wikipedia).
Unsur-unsur Semantic Web
Web semantik terdiri dari standar-standar seperti XML, XML Schema, RDF, RDF Schema, dan OWL.
• XML menyediakan sintaks khusus untuk struktur dokumen.
• XML Schema merupakan bahasa untuk menyediakan dan membatasi struktur dan isi dari elemen-elemen yang terkandung dalam dokumen XML.
• RDF adalah bahasa yang sederhana untuk mengungkapkan model data, yang merujuk pada objek dan hubungan diantaranya. Model berbasis RDF dapat diwakili dalam sintaks XML.
• RDF Schema adalah kosakata untuk menggambarkan properties dan kelas sumber daya berbasis RDF, dengan semantik untuk hirarkis-umum seperti properties dan kelas.
• OWL menambahkan lebih kosa kata untuk menggambarkan properties dan kelas: diantara lainnya, hubungan antara kelas (misalnya disjointness), kardinalitas (misalnya "exactly one"), kesetaraan (equality), memperkaya properties, karakteristik dari properties (misalnya simetri), dan penyebutan kelas.
• SPARQL adalah protokol dan bahasa query untuk sumber data semantik web.
standarisasi yang sedang berlangsung saat ini meliputi:
o Dokumen "mark up" dengan informasi semantik (yang merupakan perpanjangan dari tag HTML yang dipakai di halaman Web saat ini memberikan informasi untuk mesin pencari Web menggunakan web crawler). Hal ini dapat membuat mesin mengerti tentang bahasa manusia melalui dokumen (seperti penulis, judul, deskripsi, dll) dari dokumen tersebut, atau bisa juga metadata yang menyajikan sejumlah data/fakta (seperti sumber informasi dan layanan lain di website tersebut. ( satu catatan adalah bahwa apa yang dapat diidentifikasi dengan Uniform Resource Identifier (URI) dapat dijabarkan, sehingga Web semantik dapat menangkap informasi tentang binatang, orang, tempat, ide/gagasan, dll). Markup semantik dihasilkan secara otomatis, tidak manual.
o Kosakata dari metadata umum (ontologi) dan hubngan antara kosakata yang memungkinkan pembuat dokumen mengetahui bagaimana cara mark up dokumen sehingga pengguna dapat menggunakan informasi dalam metadata yang dikirim (sehingga Penulis dari artikel halaman tersebut tidak dicampuradukan dengan Penulis sebuah buku yang merupakan subyek dari tinjauan buku). Unsur (agen) yang secara otomatis membentuk tugas ini bagi pengguna web semantic mengguakan data-data seperti tersebut di atas.

Kelebihan XML dari HTML
XML digunakan untuk menyederhanakan dalam proses penyimpanan dan sharing data. Dengan XML, data disimpan pada file terpisah. Sehingga memudahkan kita dalam mengatur data yang sifatnya dinamis. Umumnya system computer dan database yang mengandung data tersimpan dalam format yang tidak kompatibel. Data XML disimpan dalam format teks biasa. Penyimpanan data pada format XML membebaskan jenis perangkat lunak dan kerasnya. Hal ini lebih memudahkan data di sharing pada aplikasi yang berbeda. XMl juga menyedarhanakan transportasi data, sehingga memunkinkan pertukaran data di antara system yang berbeda. Dengan XML, data dapat tersedia untuk semua jenis mesin pembaca, misalnya computer genggam (handheld), mesin suara, feed berita, dll. Sehingga bisa memudahkan dikonsumsi para tuna netra dan penyandang cacat lainnya.
 XML digunakan untuk membuat bahasa internet baru. Karena banyak bahasa internet baru dibuat dengan XML, misalnya :
 XHTML versi terbaru daru HTML;
 WSDL untuk menggambarkan layanan web yang tersedia;
 WAP dan WML sebagai bahasa markup untuk perangkat genggam;
 RSS bahasa untuk feed berita;
 RDF dan OWL untuk menggambarkan sumber informasi dan ontology;
 SMIL untuk menggambarkan multimedia untuk web.
Kemungkinannya pengggunaan XML akan semakin semarak dan menjadi format teks murni yang saling dapat membaca antara satu system dengan system lainnya tanpa memerlukan utilitas konversi

Keuntungan Semantic Web
Dengan metode tradisional data-data disimpan pada halaman web tersebut sangat beragam. Sehingga ini masih mungkin digunakan untuk skala pemakai terbatas. Tetapi jika akan digunakan dalam skala yang luas maka akan menjadi kesulitan, karena tidak ada sistem yang global yang dapat digunakan untuk merepresentasikan data dengan cara tersebut yang dapat di proses oleh setiap pemakai. Sebagai contoh ada informasi mengenai olah raga, cuaca, dan lain lain, kesemua informasi tersebut masing-masing jumlahnya jutaan dan dibuat oleh pembuat yang berbeda-beda, yang masing-masing memiliki bahasa dan metode tersendiri untuk menyimpan informasi tersebut dan kesemua informasi tersebut ditampilkan dalam halaman HTML, Hal tersebut sangat sulit dilakukan kalau menggunakan metode tradisional.
Seperti halaman web biasa yang memiliki layanan seperti mesin pencari, yang menggabungkan berbagai macam halaman kedalam satu koleksi yang sama. Semantic web juga memiliki hal yang sama, perbedaanya terletak pada metode pencarian halaman web yang diinginkan. Jika pada halaman web biasa hanya hanya dapat mencari halaman web yang memiliki sebuah atau beberapa kata yang menjadi bahan pencarian, sedangkan dalam Semantic web dapat melakukan pencarian dengan lebih terstruktur, pertanyaan yang spesifik (selama hal tersebut di tulis kedalam bentuk yang dimengerti oleh mesin).
Semantic web tidak hanya tentang bagaimana mengajarkan mesin untuk dapat mengerti bahasa manusia atau memproses bahasa alami dan juga tidak semata-mata untuk membuat sebuah kecerdasan buatan, tetapi tujuan utama adalah untuk mempermudah mengumpulkan data-data, lebih diutamakan untuk data yang besar.
Keuntungan lainnya bahwa web semantik mempunyai struktur tag yang lebih bernilai tinggi bila dibandingkan dengan halaman yang disusun menggunakan banyaknya inline styles, tag , dan gambar-gambar sebagai hiasan website. Alasannya, walaupun keduanya mempunyai konten yang sama, tetapi halaman web semantik lebih efektif menggunakan tag (heading, paragraf, link, title, list) dibanding halaman dengan banyaknya markup tambahan yang sebenarnya tidak memberikan informasi apa-apa kepada crawler. Selain menambah keyword density, penggunaan tag-tag yang efektif dan sesuai bisa memperkecil ukuran sebuah halaman.

Penerapan Semantic Web

1. E-Learning Content Berbasis Semantic Web

Munculnya Teknologi Web Semantic, e- Learning content dapat ditambahkan meta data(termasuk didalamnya atribut-atribut pedagogik) dan kemudian di atur/organisasikan kedalam ontology sehingga dimungkinkan memudahkan penyebaran, penemuan, dan penggunaan content dengan cara yang lebih baik. Dengan cara ini tidak hanya manusia yang dengan mudah menemukan dan mengatur content yang diperlukan namun juga agen cerdas. Agen cerdas yang ada pada aplikasi akan
menemukan dan mengelola content dari sumber content yang heterogen kemudian
mengkombinasikan menjadi customized courseware dengan kriteria spesifik dan aturan-aturan lainnya.


2. Google menerapkan semantic web

Pada bulan Mei 2009, Google sebagai mesin pencari handal mengumumkan produk barunya , yaitu Search Option. Produk ini mengadopsi teknologi semantic web. Tampilan sebagai berikut :


Klik Menu +Tampilkan Opsi, disebelah kiri. Akan muncul window baru, sebagai berikut :

Dengan teknologi ini, pengunjung dapat mencari lebih detil keterkaitan keyword yang dientrikan dengan gambar, berita, blog, diskusi, buku dll.


3. Situs Genius yang mengunakan semantic web (www.gresnews.com)

“sebuah website atau situs bukan lagi sekedar penyampai informasi, atau berinteraksi, melainkan juga situs pintar yang memuaskan penggunanya. Situs seperti apa itu ? situs yang mampu meng-update diri setiap waktu, sekaligus mempermudah penggunanya mencari informai, da pengelolanya cukup duduk santai saja” itu adalah kutipan dari majalah Info Komputer edisi Mei 2010, sebuah majalah bulanan tentang komputer yang selalu mengupas perkembangan teknologi informasi, khususnya computer dan perangkat pendukungnya. Situs pintar yang dikenal juga dengan semantic web, adalah suatu pengembangan dari World Wide Web (WWW) yag memungkinkan orang berbagi konten melampaui batas aplikasi dan situs yang berbeda, dikenal juga dengan Web 3.0. Belum banyak situs yang menerapkan konsep ini, sebab mayoritas masih sebatas wacana. Di Indonesia, baru-baru ini (tepatnya bulan Agustus tahun 2009, sedangkan versi beta nya diluncurkan pada tanggal 4 Januari 2010), muncul situs bernama www.gresnews.com , yang sebelumnya bernama bubunews.com. Di didirikan oleh Ismail Fahmi, seorang dokter bidang semantic web lulusan Universitas Groningen. Gresnews mencoba menghadirkan berita kutipan terbaru dari surat kabar online baik local, nasional maupun internasional. Model penyajian berita online saat ini hanya memungkinkan untuk mengetahui berita saat ini dan kadang beberapa berita sebelumnya yang terkait. Bisanya masih diperlukan sebuah bantuan search engine seperti Google untuk mengetahui berita-berita terkait sebelumnya, karena situs berita biasanya tidak menyediakan informasi tersebut. Untuk mendukung tujuan tersebut, penting untk melihat berita berdasarkan dimensi waktu (when). Dan jika melihat komponen dasar sebuah berita yang terdiri dari 5 W + 1 H yaitu : dimensi tempat (where), pelaku (who), peristiwa (what), sebab akibat (why), dan kronologi (how), maka perlu diperhitungkan dimensi-dimensi tersebut dalam memahami esensi sebuah berita. Di situs ini sedang diteliti juga jenis informasi penting dan menarik seperti :
• Sentimen (seperti setuju-tidak setuju, suka-tidak suka, komplain, pujian, dll.)
• Entitas nama (seperti naa orang, gelar, loasi, organisasi, waktu)
• Terminologi (seperti istilah kedokteran, hokum, ekonomi, politik, teknologi, dll)
• Berbagai relasi (seperti sebab akibat, keterlibatan para aktor pada sebuah topik berita aau peristiwa, dll)
• Berbagai informasi statistk.
Adapun pengoperasian web yang dilakukan secara otomatis tersebut, ini bisa dilakukan meskipun tidak menggunakan semantic web, cukup dengan crawler, text clustering, indexing dan berbagai teknik visualisasi, maka dihasilkan situs yang ter-update otomatis secara periodik.

Daftar Istilah

1. Ontology merupakan suatu teori tentang makna dari suatu obyek, properti dari suatu obyek, serta relasi obyek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan.
Ontology adalah sebuah spesifikasi dari sebuah konseptual, dengan kata lain ontology adalah penjelasan dari sebuah konsep dan keterhubunganya dari sebuah ilmu tertentu.
• Ontology sebagai katalog dalam Semantic Web
• Schema Matching mengunakan Ontology

Bahasa dan Tool
2. RDF adalah layer untuk merepresentasikan semantik dari isi halaman tersebut.
RDF merupakan sebuah model sederhana untuk mendeskripsikan hubungan antara sumber-sumber daya yang merupakan properties dan values.
Model RDF adalah suatu triple yang dinamakan statement: satu sumber daya (subject) yang dihubungkan ke sumberdaya yang lain atau satu literal (object) melalui satu arc dari sumberdaya ke tiga,predikat.
Satu statement dapat didefinisikan sebagai : mempunyai satu property yang bernilai. Gambar 1 memperlihatkan contoh dari statement RDF.

3. DAML adalah usaha untuk menyediakan primitif pemodelan yang lebih kaya daripada RDF dan RDF schema. Kemudian digabung dengan group lain, dinamakan Ontology Inference Language (OIL), yang berusaha untuk menyediakan kalsifikasi yang lebih baik dengan menggunakan konstruksi dari kecerdasan buatan yang berbasis frame.
OWL diharapkan untuk mempertemukan kebutuhan untuk bahasa ontologi di web [8], sehingga perintah perntah dasarnya akan lebih baik dari RDF dan RDF schema.

4. OWL mempunyai beberapa tujuan model desain, yaitu: shared ontologies, ontology evolution, ontology inconsistency detection, balance of expressivity dan scalability, ease of use, XML syntax, dan internationalization.
Protégé adalah sebuah alat bantu yang berbentuk perangkat lunak yang digunakan untuk pengembang sistem untuk mengembangkan Knowledge-Base System. Aplikasi yang dikembangkan dengan Protégé digunakan dalam pemecahan masalah dan pembuat keputusan dalam sebuah domain.

5. Protégé dikembangkan oleh sebuah organisasi yang bernaung di bawah Standford, yang mengambil spesialisasi dibidang ontology. Segala sesuatu yang berhubungan dengan Protégé dapat dilihat pada alamat http://Protege.stanford.edu/, termasuk tutorial dan komunitas pengguna Protégé.
Protégé merupakan sebuah alat yang digunakan untuk membuat sebuah domain ontology, menyesuaikan form untuk entry data, dan memasukan data.
Berbagai format penyimpanan seperti OWL, RDF, XML, dan HTML. Protégé menyediakan kemudahan plug and play yang membuatnya fleksibel untuk pengembangan prototype yang berkembang.







REFERENSI

1. Bahan ajar. Univeristas Gunadarma. Semantic web. 12 September 2006

2. Fanari. 2009. Semantic HTML: Definisi dan Pengaruhnya Terhadap SEO. January 10th, 2009.
http://fanari-id.com/seo/semantic-html-definisi-dan-pengaruhnya-terhadap-seo/
Akses 10 Mei 2010.

3. http://id.wikipedia.org/wiki/Semantik

4. Magdalena, M. Situs genius semantic web. Info Komputer Mei 2010

5. Semantic Web solutions
http://en.wikipedia.org/wiki/Semantic_Web#Semantic_Web_solutions

6. Setiawan, W.2009. e-learning content berbasis semantic web.30 Desember 2009

7. Setiawan, W.2009. Pengertiansemantic web. http://wahyudisetiawan.wordpress.com/2009/12/13/pengertian-semantic-web/
Akses 10 Mei 2010

8. Suteja, B. R.; Ashari, A. 2009. e-learning content berbasis semantic web. 30 Desember 2009
Akses 9 Mei 2010.

9. Web semantic : dari Wikipedia bahasa Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Web_semantik
Akses 8 Mei 2010

KEBUTUHAN SISTEM INFORMASI JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN

INSTRUMEN UNTUK MENGUKUR
VARIABEL KEBUTUHAN SISTEM INFORMASI JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN

Oleh Lukman Budiman, S.Hum




I. LANDASAN TEORI


Dalam menjelaskan topik penelitian “Analisis sistem informasi jabatan fungsional pustakawan yang sesuai dengan kebutuhan pustakawan Puslit Biologi-LIPI, berikut disajikan cakupan pengertian dan definisi beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini.

A. Definisi Analisis

Analisis adalah suatu kegiatan untuk memahami seluruh informasi yang terdapat pada suatu kasus, mengetahui isu apa yang sedang terjadi, dan memutuskan tindakan apa yang harus segera dilakukan untuk memecahkan masalah. (Bondan Palestin, 2006).

B. Definisi Kebutuhan

Menurut M. Atwi Suparman (2001 : 63) kebutuhan adalah kesenjangan antara keadaan sekarang dengan yang seharusnya dalam redaksi yang berbeda tapi sama. Morrison (2001: 27), mengatakan bahwa kebutuhan (need) diartikan sebagai kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kondisi yang sebenarnya, keinginan adalah harapan ke depan atau cita-cita yang terkait dengan pemecahan terhadap suatu masalah. Sedangkan analisis kebutuhan adalah alat untuk mengidentifikasi masalah guna menentukan tindakan yang tepat. (Morrison, 2001: 27)

C. Definisi Sistem

Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Jerry FithGerald, sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan suatu sasaran tertentu.
Robert G. Murdick (1993 : 3) mendefinisikan sistem sebagai seperangkat elemen-elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan bersama.



D. Karakteristik Sistem

Suatu sistem terdiri dari sejumlah komponen yang saling berinteraksi, bekerja sama membentuk satu kesatuan. Komponen-komponen sistem dapat berupa suatu subsistem atau bagian-bagian dari sistem. Setiap sistem tidak perduli betapapun kecilnya, selalu mengandung komponen-komponen atau subsistem-subsistem. Setiap subsistem mempunyai sifat-sifat dari sistem untuk menjalankan suatu fungsi tertentu dan mempengaruhi proses sistem secara keseluruhan. Suatu sistem dapat mempunyai suatu sistem yang lebih besar yang disebut supra sistem, misalnya suatu perusahaan dapat disebut dengan suatu sistem dan industri yang merupakan sistem yang lebih besar dapat disebut dengan supra sistem. Kalau dipandang industri sebagai suatu sistem, maka perusahaan dapat disebut sebagai subsistem. Demikian juga bila perusahaan dipandang sebagai suatu sistem, maka sistem akuntansi adalah subsistemnya.

Batas sistem
Batas sistem merupakan daerah yang membatasi antara suatu sistem dengan sistem yang lainnya atau dengan lingkungan luarnya. Batas sistem ini memungkinkan suatu sistem dipandang sebagai suatu kesatuan. Batas suatu sistem menunjukkan ruang lingkup (scope) dari sistem tersebut.

• Lingkungan luar sistem (environment) ;
Adalah apapun di luar batas dari sistem yang mempengaruhi operasi sistem.
• Penghubung sistem (interface) ;
Merupakan media penghubung antara satu subsistem dengan subsistem yang lainnya.
• Masukan sistem (input) ;
Merupakan energi yang dimasukkan ke dalam sistem. Masukan dapat berupa masukan perawatan (maintenance input) dan masukan sinyal (signal input). Maintenance input adalah energi yang dimasukkan supaya sistem tersebut dapat beroperasi. Signal input adalah energi yang diproses untuk didapatkan keluaran. Sebagai contoh didalam sistem komputer, program adalah maintanance input yang digunakan untuk mengoperasikan komputernya dan data adalah signal input untuk diolah menjadi informasi.
• Keluaran sistem (Output) ;
Merupakan hasil dari energi yang diolah oleh sistem.
• Pengolah sistem (Process) ;
Merupakan bagian yang memproses masukan untuk menjadi keluaran yang diinginkan.
• Sasaran sistem ;
Kalau sistem tidak mempunyai sasaran, maka operasi sistem tidak akan ada gunanya.


E. Definisi Informasi

Raymond McLeod (1995 : 9) mendefinisikan informasi sebagai data yang telah diolah menjadi bentuk yang lebih berarti bagi penerimanya.
Menurut John Burch dan Gary Grudnitski, agar informasi dihasilkan lebih berharga, maka informasi harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Akurat, berarti informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan mencerminkan maksudnya
2. Tepat pada waktunya, berarti informasi yang datang pada penerima tidak boleh terlambat
3. Relevan, berarti informasi tersebut mempunyai manfaat untuk pemakainya.


F. Definisi Kebutuhan Sistem Informasi
Secara praktis, kebutuhan sistem informasi dapat diartikan sebagai kemampuan, syarat atau kriteria yang harus ada/dipenuhi oleh sistem informasi, sehingga apa yang diinginkan pemakai dari sistem informasi dapat diwujudkan. (Toto Suharto, 2008).
Kebutuhan sistem informasi dapat diartikan sebagai kemampuan, syarat atau kriteria yang harus ada/dipenuhi oleh sistem informasi, sehingga apa yang diinginkan pemakai dari sistem informasi dapat diwujudkan. Perbedaan antara kebutuhan sistem informasi dengan kebutuhan perangkat lunak adalah sistem informasi adalah sebuah sistem, maka pendefinisian kebutuhannya harus dilihat dalam konteks sistem pula. Sebagai contoh, misalkan gambar berikut merepresentasikan sebuah sistem informasi akademik. (Toto Suharto, 2008)

Kebutuhan sistem informasi fungsional bisa merujuk kepada sistem akademik diatas, selanjutnya dapat didefinisikan kebutuhannya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
• Informasi apa yang akan diolah dan dihasilkan oleh Tim Penilai Pustakawan dan Pejabat fungsional Pustakawan? Untuk siapa peruntukannya? Kapan disampaikannya?
• Fungsi apa yang harus dimiliki sistem supaya pekerjaan pustakawan, tim penilai pustakawan, Bagian kepegawaian, atau mungkin Bagian Keuangan dapat dibantu pelaksanaannya?
• Basis data apa yang harus ada untuk menyimpan data yang menjadi sumber untuk informasi yang akan diolah dan dihasilkan? Seperti apa penempatan datanya?
• Perangkat lunak apa yang harus dibuat atau diadakan supaya fungsi dari sistem dapat dilaksanakan secara otomatis?
• Seperti apa bentuk konfigurasi dan topologi sistem komputer yang akan digunakan?
• Prosedur apa yang kelak harus disesuaikan?
• Siapa yang akan menjadi pelaksana dan pengelola sistem?

G. Definisi Jabatan Fungsional Pustakawan

Jabatan fungsional adalah “suatu jabatan yang memberikan kesempatan bagi pegawai negeri sipil untuk mencapai karirnya dengan memilih menurut kesadaran pribadi mengenai jenis pekerjaan yang akan ditempuh/dipilihnya serta arti pekerjaan tersebut bagi instansi maupun dirinya sendiri (Harmaini, 1995:2). Berdasarkan (KEPRES No.87/1999) menyatakan bahwa : Jabatan fungsional adalah Kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu secara mandiri . Sedangkan menurut Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara No.132/ MENPAN/12/2002 (2006: 5) menyatakan bahwa “ Jabatan fungsional pustakawan adalah jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh seorang yang telah berstatus Pegawai Negeri Sipil”.
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jabatan fungsional adalah jabatan atau kedudukan seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang menunjukkan tugas dan tanggung jawab di satuan organisasinya yang dalam pelaksanaanya didasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.

Dalam pengusulan angka kredit ada prosedur yang harus dilihat, menurut Hermandono (1999: 22) menyatakan bahwa prosedur pengusulun angka kredit jabatan pustakawan diuraikan sebagai berikut:
a. Setiap pustakawan yang akan dinilai, melakukan penilaian terhadap prestasi kerjanya sendiri sesuai dengan butir kegiatan yang telah disebutkan sebelumnya. Hasil penilaian tersebut diisikan kedalam formulir Daftar Usulan Penetapan Angka kredit (DUPAK).
b. Angka kredit sudah diisikan kedalam formulir DUPAK jabatan pustakawan disampaikan kepada pejabat pengusul/pimpinan pejabat yang berhak menetapkan angka kredit pejabat pustakawan.
c. Pejabat pengusul meneruskan DUPAK tersebut kepada pejabatyang berhak menetapkan angka kredit pejabat pustakawan.
d. Selanjutnya pejabat yang tersebut pada butir (d) meneruskan DUPAK jabatan pustakawan berikut bukti dan lampiranya.
e. DUPAK harus sudah sampai kepada pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit pada bulan januari atau juli setiap tahun.
f. DUPAK dilampiri:

 Salinan Sah bukti yang diisyaratkan dari unsure-unsur yang dinilai.
 Surat pernyataan bersedia melaksanakan tugas perpustakaan.
 Salinan keputusan kenaikan pangkat terakhir yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
 Salinan keputusan pengangkatan dalam jabatan pustakawan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
 Fotocopi DP 3 dalam 2 tahun terakhir.
 Salinan keputusan pengangkatan kembali menjadi pustakawan bagi yang pernah dibebas tugaskan yang disahkan oleh yang berwenang.

h. DUPAK berikut bukti dengan lampiranya yang diterima oleh tim penilai yang berwenang menatpakan angka kredit disampaikan kepada anggota tim penilai untuk dilakukan penelitian ada penilaian.
i. Apabila seluruh anggota tim penilai dapat menerima hasil penelitian dan penilaian tersebut, maka semua tim penilai membubuhkan parafnya. Kemudian ketua tim penilai manandatangani kolom 5 dari DUPAK.
j. Apabila hasil penelitian dan penilaian tersebut dinilai oleh rapat belum memenuhi persyaratan angka kredit yang ditentukan, maka kedua tim penilai memberitahukan kepada pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit yang diajukan belum memenuhi syarat.
k. Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit atau pejabat lain yang ditunjukkan, memberitahukan kepada pejabat pengusul bahwa pustakawan yang diusulkan belum memenuhi syarat yang ditentukan dengan menjelaskan apa kekuranganya.
l. Hasil penelitian dan penilaian yang telah disetujui rapat tim penilai dituangkan ke dalam Daftar Penetapan Angka Kredit (DPAK).
m. Hasil penelitian dan penilaian tim penilai yang sudah dituangkan kedalam penetapan angka kredit, oleh ketua tim penilai diserahkan kepada pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit untuk ditetapkan, masing-masing dalam rangkap 5 :
 1 (satu) copy disampaikan kepada pimpinan Perpustakaan pustakawan yang bersangkutan.
 1 (satu) copy disampaikan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
 1 (satu) copy disampaikan kepada pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit.
 1 (satu) copy disampaikan kepada Ketua Tim Penilai Angka Kredit.
 1(satu) copy disampaikan kepada pustakawan yang bersangkutan.



II. DEFINISI KONSEPTUAL/KONSTRUK


Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan pada bagian pertama, dapat disimpulkan bahwa, kebutuhan sistem informasi fungsional pustakawan adalah jaringan dan prosedur kerja yang harus ada dan terintegrasi untuk mengakomodir setiap kebutuhan informasi yang bersifat aktual dalam rangka mencapai tujuan tertentu



III. DEFINISI OPERASIONAL


Analisis kebutuhan sistem informasi fungsional pustakawan yang sesuai dengan kebutuhan pustakawan meliputi integrasi beberapa prosedur kerja yang diperlukan dalam rangka mengakomodir setiap kebutuhan fungsional yang meliputi kebutuhan umum dan kebutuhan fungsional sistem.



IV. KISI-KISI INSTRUMEN

Kisi-kisi kuesioner untuk menguji variabel kebutuhan sistem jabatan fungsional pustakawan beserta indikator yang diukur adalah sebagai berikut :

Varaibel Indkator yang diukur No. Item Kuesioner Jumlah Item
kebutuhan umum sistem • kebutuhan umum sistem 1 s/d 17 17 Item

kebutuhan fungsional sistem

• kebutuhan fungsional sistem
18 s/d 28
11 Item
• kebutuhan fungsional display/tampilan
29 s/d 35
7 Item
• kebutuhan fungsional fitur sistem
36 s/d 43
8 Item



V. BUTIR PERNYATAAN

Berikut adalah instrumen yang diperlukan untuk mengungkap variabel kebutuhan sistem informasi jabatan fungsional pustakawan. Sumber data diambil dari seluruh pustakawan di Perpustakaan Pusat Penelitian Biologi-LIPI.

Jawablah pernyataan berikut dengan memberi tanda pada kolom “ya” atau ”tidak”.

Kebutuhan Umum Sistem Informasi :

1. Sumber data hanya dikumpulkan sekali sebagai input ke sistem informasi.
2. Data yang dihasilkan dari sistem berbasis komputer tidak dimasukkan lagi ke sistem.
3. Sistem harus memungkinkan pemilihan cara pengumpulan data yang paling optimal
4. Sistem harus memungkin pengumpulan data yang sifatnya on-line
5. Semua sumber data harus dapat di validasi dan diedit segera setelah di kumpulkan.
6. Sistem harus memungkinkan data yang sudah divalidasi, sebaiknya tidak divalidasi pada proses selanjutnya.
7. Sistem harus memungkinkan pemeriksaan total kontrol agar bisa melakukan pemeriksaan ulang sebelum dan sesudah sebuah aktifitas prosesing yang besar dilakukan.
8. Sistem harus memungkinkan data agar dapat disimpan hanya di satu tempat dalam basis data kecuali ada kendala sistem
9. Semua field data sebaiknya memiliki prosedur entri dan maintenance.
10. Semua data harus dapat dicetak dalam format yang berarti untuk keperluan audit.
11. Pewaktuan yang diperlukan untuk mengumpulkan data harus lebih kecil dari pewaktuan informasi tersebut diperlukan.
12. File transaksi harus di maintain paling tidak dalam 1 siklus update ke basis data.
13. Prosedur backup dan security harus disediakan untuk semua field data.
14. Setiap file non sequential perlu memiliki prosedur reorganisasi secara periodik.Semua field data harus memiliki tanggal update/akses penyimpanan terakhir.
15. Sistem dapat mencetak daftar bahan pustaka yang akan diajukan (usulan) dan sekaligus dengan surat penugasannya
16. Sistem dapat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan file/berkas fungsional melalui pengarang, judul, tahun, dsb.
17. Sistem dapat menampilkan laporan dan statistik tentang usulan


Kebutuhan Fungsional Sistem

18. Pengisian data baru
19. Menemukan kembali data
20. Memerangkap jumlah kegiatan
21. Melakukan pengecekan nama
22. Melakukan pengecekan NIP
23. Melakukan pembatalan pemasukan data
24. Memelihara file pustakawan
25. Membuat peringatan keterlambatan pengusulan
26. Membuat surat keterangan
27. Menghasilkan laporan kegiatan
28. Menghasilkan laporan statistik

Kebutuhan Fungsional Display / Tampilan Layar

29. Fasilitas tampilan teks tidak case sensitive
30. Fungsi untuk menyediakan ruas-ruas yang ada diberi label di layar
31. Bila jumlah lebih banyak dilayar, pengguna dapat membatasi tampilan
32. Menawarkan pilihan jenis tampilan, ringkas dan lengkap
33. Status pengguna ditampilkan
34. Dapat memilih hanya ruas tertentu untuk ditampilkan
35. Dapat menetapkan urutan hasil penelusuran



Kebutuhan Fungsional Fitur Sistem

36. Menyediakan nama basis data
37. Bimbingan belajar secara online
38. Pesan-pesan bantuan
39. Bilan sedang memproses kegiatan, menampilkan pesan pemberitahuan
40. Menyediakan pesa-pesan kesalahan
41. Menyediakan petunjuk tercetak/instruksi tercetak bila diperlukan
42. Menerangkan dengan jelas dalam mengedit data
43. Menyediakan fasilitas pemeriksaan ejaan (spell check)


Keterangan Jawaban :

Ya Tidak

Ya = Fungsi yang perlu ada
Tidak = Fungsi yang tidak perlu ada


Jawaban Pernyataan Skor
Pernyataan Positif 1
Pernyataan Negatif 0





DAFTAR PUSTAKA


1. Atwi Suparman, 2001. Desain Instructional, Proyek pengembangan Universitas Terbuka Ditjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional, 2001.
2. Bondan Palestin. 2006. Membuat evaluasi pogram Puskesmas dengan analisis SWOT.
http://bondanmanajemen.blogspot.com/2006/11/membuat-evaluasi-program-puskesmas.html. diakses tanggal 13 Januari 2011.
3. Harmaini. 1995. Pembinaan Karier di Lingkungan Pegawai Negeri Sipil Melalui Jalur Fungsional Pustakawan: sekilas pemikiran mengenai kendala dan imbala. Makalah disampaikan pada kongres ke-7 Ikatan Pustakawan Indonesia. Jakarta 20-23 November 1995.
4. Hermandono. 1999. Pembinaan Dan Pengembangan Tenaga Kepustakaan. Makalah disampaikan pada Diklat Dasar Teknisi Perpustakaan Departemen Pertahanan Keamanan RI Jakarta tgl.31 Januari 1994. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
5. Karnila Sri, 2007. Perancangan Sistem Informasi Usulan Kenaikan Pangkat dan Jabatan Fungsional Dosen. Jurnal Informatika, Vol.7 (1).
6. Suryawan. 2008. Pengaruh Jabatan Fungsional Pustakawan Terhadap Kinerja Pustakawan Pada Perpustakaan Umum (BAPERASDA) Propinsi Sumatera Utara. Medan: Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
7. McLeod, Raymond Jr; George P. Schell. 2008; Sistem Informasi Manajemen. edisi 10. Jakarta : Salemba.
8. Toto Suharto, 2008. Analisis Kebutuhan Sistem Informasi. http://totosuharto.wordpress.com/2008/07/10/analisis-kebutuhan-sistem-informasi/. diakses tgl 3 Des 2010
9. Zaenal Abidin. Analisis kebutuhan pembelajaran dan analisis pembelajaran dalam desain sistem pembelajaran. Surakarta : Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kamis, 03 Februari 2011

KATA UTAMA NAMA PENGARANG INDONESIA

PENDEKATAN ANTROPOLOGI-BUDAYA DAN KEPRAKTISAN

DALAM PENENTUAN KATA UTAMA NAMA PENGARANG INDONESIA

Oleh Lukman Budiman


I. PENDAHULUAN

Pada tahun 2004, tepatnya tanggal 25 Februari, telah diselenggarakan seminar mengenai beberapa persoalan dan gagasan perubahan penentuan kata utama dan penggunaan ejaan untuk tajuk nama pengarang Indonesia. Seminar tersebut bisa dianggap sebuah diskusi lanjutan dari acara serupa yang diadakan pada tanggal 19 Juni 2003, yang juga diselenggarakan di Perpustakaan Nasional RI. Dua peristiwa tersebut merupakan puncak dari usaha penyampaian aspirasi dan permasalahan yang ingin disampaikan oleh pustakawan, penulis dan pengguna jasa perpustakaan selama lebih dari 10 tahun terakhir. Seminar kedua dihadiri oleh Irma Utari Aditirto, sebagai nara sumber dari kalangan akademisi, dan Dady P. Rachmananta, selaku kepala Perpustakaan Nasional. Minanuddin, seorang pustakawan dari Perpustakaan Nasional, yang mengajukan gagasan mengenai perubahan peraturan mengenai kata utama dan ejaan tajuk nama pengarang Indonesia menjadikan ide tersebut menjadi sesuatu yang berharga bagi perubahan paradigma dalam penentuan kata utama untuk nama pengarang Indonesia.

Di sini penulis mencoba menguraikan beberapa alasan lain yang bersumber dari pengamatan di masyarakat dan pendekatan yang sifatnya Antropologi-Budaya untuk ikut memperkuat alasan mengapa ketentuan kata utama nama pengarang Indonesia harus pada bagian nama pertama, karena menjadi sangat menarik ketika Perpustakaan Nasional pada tahun 2005 akhirnya mengeluarkan SK Kepala Perpustakaan Nasional RI Nomor 20 Tahun 2005 untuk menetapkan ketentuan baru tentang kata utama pada nama pengarang Indonesia yang jatuh pada nama pertama, bagi penulis hal itu sudah dirasa tepat, karena memenuhi azas kepraktisan dan juga sesuai dengan kebiasaan masyarakat Indonesia

Tulisan ini dimaksudkan juga untuk berbagi pengetahuan kepada rekan pustakawan atau pemerhati masalah penulisan tajuk nama pengarang Indonesia, sekaligus sebagai pendekatan lain yang diambil dari luar ranah Ilmu Perpustakaan.

A. Latar Belakang

Yang menjadi latar belakang pemikiran penulis mengangkat topik ini adalah :

  1. Peraturan atau persoalan berkenaan dengan penentuan kata utama (entry word) menjadi penting karena menyangkut bagian dari nama seorang pengarang yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan atau penjajaran tajuk nama pengarang.
  2. Penulis ingin memberikan pertimbangan lain untuk mendukung keputusan yang dikeluarkan Perpustakaan Nasional) menyangkut kata utama nama pengarang Indonesia sebagai sebuah hasil dari proses diskusi yang panjang (10 tahun).
  3. Mencoba memberikan pandangan dari sisi Antropologi-budaya menyangkut penentuan kata utama nama pengarang Indonesia pada kata (nama) pertama disebut.

B. Permasalahan

  1. Ketentuan yang selama ini ada mengenai penentuan kata utama nama pengarang Indonesia sudah tidak relevan jika dihubungkan dengan trend/kecenderungan penamaan dewasa ini.
  2. Pertimbangan atau alasan yang menggunakan pendekatan bersifat Antropologi-Budaya dan kebiasaan yang ada di masyarakat bahwa bagian nama pertama adalah nama yang diharapkan menjadi nama :
    1. yang ingin lebih dikenal
    2. yang dijadikan nama diri (proper name),
    3. yang selalu diingat orang lain/dijadikan :

i. nama panggilan akrab

ii. nama penghormatan

iii. nama yang dijadikan rujukan/referensi dalam pencarian

  1. Pendekatan kaidah struktur kebahasaan.

II. PEMBAHASAN

A. TINJAUAN LITERATUR

1. Pengertian Nama

Nama merupakan properti yang pertama kali diberikan oleh orang tua saat manusia pertama kali dilahirkan di muka bumi ini. Dan semenjak manusia sadar eksistensinya di dunia, sejak itu pulalah ia mulai berpikir akan tujuan hidup, kebenaran, kebaikan, dan Tuhannya. Juga, ketika manusia mulai berinteraksi dengan alam, dengan sesamanya, dan menjadi bagian dari sesamanya, mulailah ia sadar juga akan identitas dan kepentingannya sendiri, orang lain dan alam semesta (Dede Kosasih, 2010).

Nama memang bukan topeng. Ia adalah tanda yang mewakili semesta persoalan yang kompleks. Nama akan senantiasa melekat terus pada setiap individu. Contoh konkret adalah nama dipakai untuk identitas diri, baik KTP, KK. Sertifikat, SIM, Paspor dan semua bukti identitas diri lainnya (Dede Kosasih, 2010).

Praktek pemberian nama (naming) merupakan manifestasi kondisi psikologis masyarakat pada tatanan makro, yakni : bagimana mencitrakan dirinya (inner world) dan bagaimana memunculkan citranya ke dunia luar, yang selanjutnya merefleksikan struktur berfikir dari warganya. (Dede Kosasih, 2010).

Nama merupakan istilah rujukan (reference term) yang sangat penting dan umum dipakai dalam komunikasi sehari-hari, baik disertai unsur lain seperti gelar ataupun tanpa embel-embel apapun (lihat Ervin-Tripp 1972; Murphy 1988; Lukmana 2002). Nama itu adalah simbol bagi individualitas (Pei , 1974). Dalam konteks ini, nama dapat digunakan untuk merujuk pada diri sendiri (penutur), orang kedua (yang diajak bicara), maupun orang ketiga (yang dibicarakan). Menurut Pei (1974) secara gamblang, pemberian nama merupakan hasil pemikiran beradab (Dede Kosasih, 2010).

Nama bisa bermakna sosial budaya (sosio cultural) termasuk agama masyarakatnya (Dede Kosasih, 2010). Menurut Suparlan (1980), simbol-simbol yang ada itu cenderung untuk dibuat atau dimengerti oleh warganya berdasarkan atas konsep-konsep yang mempunyai arti yang tetap dalam suatu jangka waktu tertentu.

Pada dasarnya konsep pemberian nama dapat merujuk pada apa saja, bisa manusia, binatang atau benda. Oleh karena itu, proses penamaan sering dianggap manasuka atau arbitrer (Lyon, 1995). Namun demikian, untuk beberapa kasus, seperti yang akan dijelaskan berikut ini :

- Pertama, penamaan justeru ini adalah bersifat sistematis. Salah satu bukti kesistematisan ini adalah hubungan antara nama dan jenis kelamin; hampir semua nama dalam bahasa mengandung implikasi jenis kelamin (Allan, 1995).

- Kedua, dalam sejumlah bahasa, “kosakata” untuk nama tampaknya sudah terbatas, seperti nama-nama dalam bahasa Inggris yang relatif sudah tersusun ketat, bahkan sudah dikamuskan (Hornby, 1974)

- Ketiga, sistem penamaan dalam masyarakat tertentu sudah begitu terikat oleh aturan yang relatif kaku, dimana seseorang menyandang nama tertentu berdasarkan misalnya urutan kelahiran, seperti yang terjad pada masyarakat Buang (Hooley, 1972) atau Bali (Geertz, 1973).

Pemberian nama dalam berbagai budaya tampak sangat diwarnai oleh kondisi sosial budaya yang dianut oleh masyarakatnya. Misalnya nama-nama yang diberikan (given names) kepada anak-anak keturunan anglo-saxon sangat diwarnai oleh nuansa Kristianitas (Hornby, 1974); nama-nama etnik melayu diwarnai oleh nama-nama Arab. Menurut Sahid Teguh Widodo (2005) dalam Dede Kosasih (2010), ada tiga sudut pandang dalam kosmologi sistem nama diri suatu masyarakat, yaitu :

  1. Static view, yaitu sudut pandang yang mengamati nama sebagai objek atau bentuk ujaran (verbal) yang statis, sehingga dapat diklasifikasi, diuraikan dan diamati bagian-bagiannya secara mendetail dan menyeluruh dengan ilmu dan teori-teori bahasa.
  2. Dynamic view, yaitu suatu pandangan yang melihat nama dalam keadaan bergerak dari waktu ke waktu, mengalami perubahan, perkembangan, dan pergeseran bentuk dan tata nilai yang melatarbelakanginya.
  3. Strategic view, yaitu aspek strategis dari akumulasi fenomena, termasuk segala bentuk perubahan dan perkembangannya, dan lebih jauh mengenai hubungan kebudayaan dengan bahasa, khususnya dalam nama diri. (Dede Kosasih, 2010)

2. Nama dalam Ranah Ilmu Perpustakaan

Pengaturan nama orang dalam ranah Ilmu Perpustakaan merupakan bagian dari kegiatan pengolahan nama pengarang/penulis sebuah karya atau bahan perpustakaan, yang tercakup dalam kegiatan pengindeks-an.

Dalam pengindeks-an atau lebih tepatnya pengatalogan deskriptif dicakup kegiatan penentuan tajuk entri (utama) nama pengarang. Bagi pustakawan di Indonesia, umumnya digunakan dua buah pedoman untuk mengatur pekerjaan tersebut, yaitu Anglo American Cataloguing Rules edisi ke-dua (AACR 2nd ed.) tahun 1998 pada rule 22.26 dan Peraturan Katalogisasi Indonesia edisi ke-4 tahun 1996 pada peraturan 25.4.

Ke-dua peraturan tersebut tersebut bertujuan untuk memberikan pedoman umum dan arahan teknis dalam menentukan kata utama (main entry) nama pengarang Indonesia.

3. Penentuan Kata Utama

Penentuan kata utama pada bagian atau unsur terakhir (seperti selama ini dilakukan) tidak jelas dasarnya. Diduga (menurut Irma Utari Aditirto) akibat pengaruh nama Barat dan pertimbangan kepraktisan. Dugaan ini sangat mungkin benar. Sementara masyarakat luas juga kurang memahami tentang fungsi tajuk, dan upaya pembakuan nama sebagai entri tajuk. Mereka mengenalnya dengan istilah “perubahan nama”. Oleh karena itu sebetulnya masih banyak yang perlu dibahas sampai tuntas.

Pemecahan masalah pola nama pengarang Indonesia yang kompleksnya bisa membawa kekhawatiran dalam menetapkan peraturan akan timbul sikap kompromistis, atau sikap cari jalan keluar yang gampang dan praktis. Peraturan yang yang ditetapkan berdasarkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan tujuan authority control dan tuntutan bibliografis lain, dan sekaligus sesuai dengan keanekaragaman budaya Indonesia. Peraturan tersebut mungkin akan sulit dipraktekan di lapangan, dan mengundang resistensi bagi yang menerapkannya. (Irma Utari Aditirto)

Irma Utari Aditirto menegaskan akan perlunya daftar kendali, "Peraturan AACR2 Revisi 1998 menetapkan bahwa apabila nama seseorang terdiri atas beberapa bagian, maka yang dipilih sebagai kata utama (pertama) ialah bagian dari nama yang lazimnya akan menjadi bagian pertama dalam daftar-daftar alfabetis yang berotoritas dalam bahasa atau negara tempat tinggal orang bersangkutan".

Peraturan ini (Peraturan 22.4A dalam AACR2 1998) menentukan bahwa apabila diketahui bahwa seorang lebih menyukai kata utama lain (lain dari yang ditentukan oleh peraturan), maka preferensi orang tsb. diikuti. Masalahnya tentu saja, bagaimana pengkatalog dapat mengetahui preferensi ini, atau bagaimana seseorang dapat menyatakan pilihannya?

Di dalam menjelaskan fungsi tajuk, Irma U. Aditirto menjelaskan bahwa salah satu unsur yang sangat penting dalam proses temu kembali dokumen (informasi) adalah "predictability" yang tercipta berkat keteraturan dan keseragaman. Apabila penelusur sudah menenal dan terbiasa dengan pola-pola tertentu maka ia bisa predict (meramalkan) pada bagian mana suatu nama terdaftar, dan di mana ia harus mencari. Bisa saja dikatakan demikian pada kasus yang bernama marga, akan tetapi tetap sulit untuk nama orang yang tidak memiliki ciri nama kolektif (nama keluarga, marga). Prinsip predictability tersebut bisa saja muncul sebagai akibat yang dihasilkan oleh ketentuan yang lama. Predictability bisa dibangun kembali dengan cara men”sinkronisasikan” kembali dengan kebiasaan penulisan/pengenalan nama di masyarakat Indonesian yang sudah terpasung selama kurang lebih 50 tahun oleh ketentuan lama.

Semasa Orde Baru keluar Instruksi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudajaan no, 17485 tgl 18 Juli 1961 yang antara lain berbunyi: Mengenai nama panggilan, chusus dimintakan perhatian agar membuang kebiasaan mempergunakan bentuk diminutif (kata panggilan) ke-Belanda2-an atau ke-Barat2-an sebagai misal Fransje, Mieke, Mientje, Wiesje, Wimpie dsb dan panggilan terhadap Ibu Bapak dengan Mammie, Papie atau Mummy and Daddy. Panggilan2 tsb. mungkin terdengar manis bagi orang Belanda/Inggeris tetapi tidak akan meresap djiwa Indonesia (Sulistyo-Basuki, ). Penulis ingin mengomentari bahwa pemerintah sebenarnya sudah menyampaikan kemauannya untuk meninggalkan sistem penamaan dari Barat, seharusnya oleh perumus peraturan kata utama hal ini dicermati untuk kemudian dijadikan bahan dalam menentukan kata utama, sehinga tidak selalu mengacu kepada nama Barat.

Sulistyo-Basuki (2003) menyatakan bahwa "Penelitian nama dapat dilakukan dari berbagai sudut disiplin ilmu misalnya disiplin Antroplogi, Geografi, Sejarah maupun Ilmu Perpustakaan." Penulis mengambil pendekatan yang lebih bersifat Antropologi-budaya dalam menilai dan menentukan kata utama nama pengarang Indonesia yang secara umum jatuh pada nama yang disebut pertama.

Peraturan yang menyatakan kata utama menurut bagian nama terakhir memilik kelemahan diantaranya adalah "...Ada pendapat yang mengatakan bahwa panggilan pada nama terakhir bukan merupakan kebiasaan yang ada di Indonesia (Sulistyo-Basuki, )

Selanjutnya Sulistyo-Basuki menyebutkan "Kalau memperhatikan entri pada berbagai buku rujukan seperti direktori, biografi, buku telepon maka kita dapat mengetahui bahwa tidak ada penyusunan nama yang baik, bahkan buku telepon cenderung menggunakan bagian pertama”. Hal tersebut mungkin terjadi karena pelanggan diminta untuk menentukan nama yang akan disusun dalam buku direktori.

Di dalam makalah kertas kerjanya, Minanuddin (2004) menuturkan bahwa "di Indonesia, nama ganda pengarang memiliki berbagai variasi yang dilatarbelakangi oleh budaya atau isu budaya dari berbagai etnis di Indonesia. Beberapa contoh nama ganda Indonesia dikemukakan dibawah ini :

- nama diri sesorang, contoh B. Mustafa

- nama diri + nama orang tua, contoh Abdurrahman Wahid

- nama diri + nama suami, contoh Meutia F. Swasono

- nama diri + suami + nama orang tua, contoh nani suwodo-Surasno

- nama diri + nama keluarga/surname, contoh Gerson Poyk

- nama diri + nama marga/clan name, contoh Rinto Harahap

- nama yang mencirikan senioritas + nama diri, contoh Putu Wijaya

- nama yang mencirikan kelompok kasta dan senioritas + nama diri, contoh I Gusti Ketut Djelantik.

Pembagian variasi nama orang Indonesia, menurutnya, merupakan pengelompokan yang cukup representatif.

Selain unsur di atas, pada sebagian nama seseorang sering juga terdapat unsur nama baptis, serta tambahan gelar, termasuk gelar keagamaan, kebangsawanan, gelar adat, dan gelar administratif. sejumlah unsur yang terdapat pada nama ganda tersebut sebenarnya dapat dipilah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah nama ganda dengan ciri pengenal kolektif, yaitu nama yang memiliki ciri pengenal tertentu yang berlaku secara umum dalam suatu kelompok masyarakat, seperti nama yang mengandung :

- nama keluarga, tedapat pada nama orang Minahasa, Sangihe Talaud, Nusa Tenggara Timur, Ambon,dll.

- nama arga, tedapat pada nama orang Batak.

- nama yang mencirikan kelopok kasta dan seioritas, terdapat pada nama orang Bali.

Kelompok kedua, adalah nama ganda dengan ciri engenal terbatas, yaitu nama yang hanya merupakan nama diri seseorang atau nama diri ditambah nama suami dan atau nama orang tua, seperti biasa terdapat pada nama orang Jawa (Minanuddin, )

Dalam AACR, peraturan tersebut tetap berlaku meskipun kata utama (nama keluarga, marga, dsb.) dari nama pengarang merupakan singkatan (AACR, 22.5A1). Sebagai contoh, tajuk untuk nama pengarang Michael G. adalah G., Michael (Minanuddin). Pada nama Barat memang berat untuk melepaskan nama keluarga, walaupun hanya inisialnya (singkatannya), akan tetapi untuk orang Indonesia yang tidak mengandung nama kolektif, bahkan tidak menjadikan masalah, karena nama dirinya (proper name) memang dimulai pada nama pertama.

Peraturan Penentuan kata utama Tajuk nama pengarang Indonesia yang lama

Dalam AACR Peraturan 22.26 dan Pedoman Katalogisasi Indonesia 25.10.3, ditentukan bahwa kata utama untuk tajuk nama pengarang Indonesia yang terdiri dari 2 bagian atau lebih (nama ganda), ditentukan pada bagian nama terakhir (Minanuddin, ).

Ketentuan yang sama juga dapat ditemukan pada peraturan lainnya yang pernah dibuat di Indonesia, yaitu Standar Penentuan Tajuk Entri dan Katalogisasi nama-nama Indonesia : nama peorangan dan nama badan korporasi. Dalam ketentuan tersebut, tidak menjadi pertimbangan apakah bagian nama yang terakhir tersebut merupakan nama diri pengarang itu sendiri, ataukah merupakan nama keluarga (termasuk nama marga dan yang sejenis), nama ayah, nama suami, atau nama gelar tradisional (Minanuddin)

Gagasan Penentuan kata utama pada bagian nama yang disebut pertama

Dalam kertas kerjanya, dijelaskan bahwa di dalam peraturan umum mengenai kata utama nama pengarang, daftar alfabetis terkendali merupakan sumber acuan untuk diikuti dalam penentuan kata utama tajuk nama penarang. oleh karena itu, daftar alfabetis terbitan Indonesia perlu menjadi acuan dalam pembahasan menyangkut penentuan kata utama nama pengarang Indonesia. Di dalam beberapa terbitan seperti Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedi Islam Indonesi dan Ensiklopedia Sunda menunjukan pola yang cenderung menempatkan kata utama pada bagian nama yang disebut pertama kali. Sementara pada terbitan Apa dan siapa : sejumlah orang Indonesia 1983-1984, kata utama umumnya pada nama terakhir, dan pada terbitan Siapa dia? : perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, kata utama bervariasi pada nama depan, nama tengah dan nama belakang, sehingga tampak tidak memiliki pola umum yang konsisten.

Selanjutnya Minanuddin, menguraikan alasannya yang didasarkan pada persoalan keselarasan dalam peraturan, bahwa di peraturan umum menyebutkan adanya "penghargaan terhadap pilihan pengarang dan daftar alfabetis terkendali dari lingkungan bahasa, negara dan aktivitas pengarang", sedangkan peraturan khusus untuk penetapan kata utama tajuk nama pengarang Indonesia menentukan kata utama untuk nama pengarang yang terdiri dari dua unsur atau lebih ditetapkan pada bagian nama terakhir. Di sini terlihat :

- adanya ketidakselarasan antara peraturan umum dan peraturan khusus.

- kesan pengabaian pilihan pengarang dan daftar berabjad terkendali di Indonesia, sehingga susunan tajuk untuk nama seorang pengarang berbeda dengan keinginan atau pilihan pengarang yang memiliki nama itu sendiri, atau berbeda susunannya dengan susunan nama yang terdapat pada daftar berabjad terkendali terbitan Indonesia.

Terakhir, Minanuddin menyimpulkan bahwa untuk pengarang yang namanya tidak memiliki nama keluarga/marga, ketentuan tersebut menimbulkan persoalan karena menyebabkan kata utama untuk tajuk namanya bukan pada nama diri pengarang itu sendiri atau bukan pada bagian nama yang diinginkan oleh si pengarang, tetapi pada bagian nama lain seperti pada nama ayah atau nama suami, ketentuan ini agaknya tidak diinginkan oleh sebagian pengarang.

Dalam pangkalan data elektronik milik sebuah perpustakaan pernah ditemukan sejumlah nama untuk seorang pengarang, yakni An Fauzia Rozani; An Fauzia R.; A.F. Rozani; dan A. Fauzia. Dapat dibayangkan kerumitan yang terjadi ketika nama tersebut dibalik mengikuti Anglo-American Cataloguing Rules 2nd Ed. (AACR2) atau aturan-aturan lainnya (Ardoni)

Pemakai yang pada umumnya orang Indonesia lebih terbiasa dengan nama pengarang seperti yang tertulis pada buku atau dokumen tulisan pengarang tersebut, yakni nama yang belum “dikenai” peraturan yang diberlakukan di perpustakaan. Barangkali perlu dipertimbangkan untuk membuat aturan seperti yang diterapkan untuk nama-nama orang Malaysia. Bukankah tidak ada keharusan bagi pustakawan untuk mengikuti aturan pembalikan nama seperti nama pengarang di Barat? Apalagi bila diingat dalam Statement of Principles yang diterima pada International Conference of Cataloguing Principles di Paris tahun 1961 (Aditirto, 2003: 40) dinyatakan bahwa “When the name of a personal author consists of several words, the choice of entry word is determined so far as possible by agreed usage in the country of which the author is a citizen, of, if this is not possible, by agreed usage in the language which he generally uses” [Bila nama pengarang perorangan terdiri dari beberapa kata, pemilihan kata utama ditentukan sedapat mungkin sesuai dengan kesepakatan yang berlaku di negara si pengarang, dan jika tidak memungkinkan, maka pemilihan disesuaikan dengan penggunaan yang disepakati dalam bahasa yang digunakan oleh si pengarang]. Dengan memilih kata utama persis seperti tertulis di dokumen ada beberapa hal yang menjadi lebih mudah. Pustakawan tidak “disibukkan” dengan aturan-aturan, melainkan cukup menyalin nama pengarang dari dokumen. Pemakai dapat mencari bahan pustaka melalui kata utama sesuai dengan kebiasaan yang terdapat di Indonesia dan tidak “dipusingkan” dengan nama yang dibolak-balik. Tentunya masih ada pengecualian untuk nama yang ditulis seperti M. Arif yang perlu dibalik menjadi Arif, M. karena pertimbangan tiga huruf pertama pengarang yang terdapat dalam call number (notasi pengenal) (Ardoni).

B. PEMBAHASAN MASALAH

1. Uji Dua Pendekatan

Berikut dapat diperhatikan uraian kelemahan dan kelebihan dari dua pendekatan paling dominan yang diuraikan oleh Sulistyo-Basuki (2004?) dengan sedikit suntingan pada bagian yang signifikan menurut penulis.

* Pendekatan pada bagian nama pertama atau secara langsung (straight oder)

kelebihan :

- lebih praktis

- nama diri terakomodir

kelemahan :

- bagian nama pertama disingkat

- sulit diterapkan pada nama yang mengandung nama keluarga/marga

- nama yang masih ada hubungan keluarga menjadi terpisah (Sulistyo-Basuki)

* Pendekatan menurut bagian nama terakhir

kelebihan :

- memperhatikan keberadaan nama keluarga/marga

- luwes karena sistem ini sudah berjalan 50 tahun

kelemahan :

- tidak semua nama terakhir adalah nama keluarga

- ada pendapat yang mengatakan bahwa panggilan nama terakhir bukan merupakan kebiasaan yang ada di Indonesia

- penyusunan di buku telpon tidak mengikuti kaidah ini

- tidak dapat diterapkan pada nama yang diakhiri dengan dengan inisial

- tidak dapat diterapkan pada nama yang menggunakan nama keluarga majemuk seperti Magdalena Pinajungan-Mahdi

- tidak dapat diterapkan pada nama yang menggunakan tanda sambung seperti Luki-Wijayanti

- tidak dapat diterapkan pada nama-nama Cina

- tidak dapat diterapkan pada nama yang diikuti gelar adat (nama Minangkabau, Tapanuli) (Sulistyo-Basuki).

Nampak jelas dari uraian di atas bahwa penentuan kata utama berdasarkan pendekatan pada bagian nama terakhir memiliki banyak kelemahan.

Selanjutnya, pada keputusan atau ketentuan baru yang dikeluarkan Perpustakaan khususnya yang menyangkut penentuan kata utama nama pengarang Indonesia dihubungkan dengan trend/kecenderungan penamaan dewasa ini. Juga pertimbangan yang sifatnya budaya atau kebiasaan yang ada di masyarakat bahwa nama pertama (disebut) adalah nama yang diharapkan menjadi nama :

a. yang ingin lebih dikenal

Di masyarakat kita, umumnya orang ingin dikenal melalui bagian nama pertamanya. Misalnya pada proses perkenalan, seseorang mengatakan “nama saya Agus, Agus Firmansyah”, tidak pernah orang Indonesian memperkenalkan dengan menyebut bagian nama belakang atau nama terakhir terlebih dahulu. Hal ini juga terjadi pada masyarakat yang menyandang nama keluarga atau marga. Misalnya “perkenalkan nama saya John, John Situmorang.......”. Berbeda dengan masyarakat Barat, orang Barat memperkenalkan dirinya dengan terlebih dahulu menyebut bagian nama belakang/terakhir atau nama keluarganya, misalnya...”hallo, I am Smith, John Smith”.

b. yang dijadikan nama diri (proper name),

Pada kasus pencantuman pada surat nikah, misalnya Abdul Aziz bin Suud Abdullah, Abdul Aziz adalah nama orang yang menikah sedangkan Suud Abdullah adalah nama Ayahnya, nama belakang ke-dua orang tersebut tidak sama, atau sama sekali tidak terlihat menunjukan hubungan keluarga, padahal jelas hubungan mereka adalah anak dan ayah.

Menurut Dede Kosasih (2010) dijelaskan bahwa terdapat makna kosmologis pada nama, salah satunya adalah makna: strategc view, dapat dikatakan bahwa nama akhirnya menjadi bentuk tak kentara dari strategi hidup manusia secara berkelanjutan, dalam membina kehidupan berkeluarga, orang tua memiliki keinginan, cita-cita, doa, misi hidup, dll. Dan semua itu diejawantahkan ke dalam pemberian nama. Nama Abdul Aziz, secara eksplisit tidak terlihat hubungannya dengan nama ayahnya, Suud Abdullah, namun secara implisit, nama itu menyimpan harapan orang tuanya agar kelak anaknya menjadi orang besar seperti Raja Arab Saudi.

c. yang selalu diingat orang lain atau dijadikan :

- Nama panggilan akrab

Nama depan, umumnya merupakan nama panggilan (akrab), atau sebagian orang menyebutnya dengan istilah “nama kecil”. Ada hal yang menarik, di masyarakat Batak, menurut T.O. Ihromi (1999) : “Di Medan orang Batak dewasa antara mereka biasanya menggunakan bahasanya sendiri dan nama kecil sama sekali tidak digunakan dalam sapa-menyapa. Bila berhubungan dengan orang yang bukan Batak, mereka menggunakan bahasa Indonesia, saling menyapa dengan kata sandang bahasa Indonesia, dan saling menyebut nama kecil.” Hasil penelitian tersebut sangat jelas menggambarkan bahwa penyebutan nama kecil lebih dominan dari pada nama marga sekalipun. Masyarakat Batak bahkan menggunakan nama kecil (mengesampingkan nama marganya) saat berhubungan dengan suku yang lain.

- nama penghormatan

Pada sebagian besar masyarakat Indo, seseorang biasanya memberi penghormatan sebelum menyebutkan nama seseorang, contoh Tuan Syarief Hidayat (misalnya tulisan pada resep dokter : Kepada Tuan Syarif Hidayat), atau Pak Hamzah Achmady, nama diri tertulis lengkap. Tidak pernah atau jarang orang Indonesian mengatakan Tuan Hidayat atau Pak Achmady (dengan tidak menyebut nama depannya).

- nama yang dijadikan rujukan/referensi dalam pencarian

Misalnya pada kasus banyak orang bernama depan Deden, misalnya Deden Sumirat, Deden Mudiana, Deden Girmansyah. Orang Indonesia tetap akan menggunakan nama Deden saat mencarinya (termasuk pada kasus pencarian nama pengarang buku). Setelah memperoleh sekian nama Deden, baru kemudian dilihat nama belakangnya, apakah orang tersebut yang dimaksud atau bukan. Begitupun pada kasus menentukan jati diri seseorang, umunya digunakan nama depan sebagai referensi pertama, misalnya si Joko, yang anak pak Husin, bukan anak pak Darminto), padahal Joko mungkin saja memiliki nama belakang, umpamanya Joko Sutrisno, atau Joko Lelono.

Dalam mengingat nama, orang Indonesia melakukannya dengan nama yang paling dikenal yang umumnya adalah bagian nama pertama. “Kebiasaan ini bahkan bisa mendukung konsep yang dikenal dengan azas predictability.

2. Pendekatan kaidah kebahasaan (Kaidah Bahasa Indonesia)

Penulis ingin sedikit mengulas pembentukan nama diri orang Indonesia dari sudut kaidah struktur bahasa Indonesia. Struktur bahasa Indonesia berpola DM (Diterangkan / Menerangkan), bila dikaitkan dengan pola penamaan di Indonesia, bisa dijelaskan bahwa bagian nama pertama adalah sesuatu yang “diterangkan”, dan bagian nama kedua, ketiga, dst. adalah bagian nama yang “menerangkan” (nama pertama). Sehingga muncul pola penamaan seperti Iwan Setiawan (Iwan, orang yang setia) , Agus Darmawan (Agus, orang yang penderma), Arief Budiman (Arief, orang yang berbudi/berakhlak baik), dsb. Sesuai dengan falsafahnya, yang menjadi nama diri adalah bagian nama pertama, yaitu Iwan, Agus dan Arief yang merupakan “entitas” (maujud) yang diterangkan, sedangkan nama kedua, ketiga, dst. (Setiawan, Darmawan, dan Budiman) adalah bagian nama yang menerangkan entitas tadi dan berisi keterangan semata.

3. Pertimbangan teknis

Maksud pertimbangan teknis di sini adalah bahwa ketentuan pembalikan nama yang selama ini terjadi masih mengacu kepada paradigma lama, yang penerapannya lebih cenderung ke jenis bahan perpustakaan tecetak. Saat ini, pustakawan dan masyarakat pengguna perpustakaan terbiasa dengan bahan digital atau elektronik yang sudah mulai tidak mementingkan / mempermasalahkan susunan penulisan nama pengarang, apakah dibalik atau ditulis apa adanya (tidak dibalik). Susunan penulisan nama tetap lebih praktis kalau nama pengarang ditulis apa adanya, tidak dibalik.

4. Trend Penamaan saat ini

- Nama Indonesia jumlahnya cenderung lebih dari dua

Kecenderungan saat ini [dewasa ini] penamaan orang Indonesia cenderung unik (lebih dari dua kata) dan lebih menonjolkan/mementingkan pada nama pertama, misalnya Dewi Cahya Kumala, Septian Dwi cahyo. Paradigma ini memberi pengertian baru bahwa terdapat perubahan pola pemberian nama untuk nama-nama orang Indonesia. Sudut pandang dinamis melihat nama diri bergerak dari waktu ke waktu, mengalami perubahan, perkembangan, dan pergeseran bentuk seiring dengan tata nilai yang melatarbelakanginya (Dede Kosasih, 2010). Tidak seperti dalam bahasa Inggris, dimana “kosakata” untuk nama tampaknya sudah terbatas, nama-nama tersebut relatif sudah tersusun ketat, bahkan sudah dikamuskan (Hornby, 1974), di masyarakat Indonesia, menurut pengamatan penulis, nama orang Indonesia, yang dahulu dikenal hanya tersusun dari satu kata saja, kemudian berkembang menjadi dua kata, dan saat ini, banyak orang Indonesia memberikan nama berjumlah tiga, empat atau bahkan lima kata. Peyebab lain mungkin karena banyaknya perkawinan antar etnis/suku saat ini, mengakibatkan pola penamaan anak menjadi beragam dan terjadi kombinasi antar nama-nama etnis/suku tersebut, baik dari segi jumlah katanya atau dari etnis mana nama tersebut berasal, namun secara umum semua unsur nama tersebut mengacu kepada nama diri (proper name).

Pada kasus lain terjadi kesulitan untuk menentukan nama belakang seseorang, apakah yang bersangkutan berasal dari suku tertentu atau memang semata-mata sebuah nama diri, karena kecenderungan orang saat ini bebas memberikan nama anak-anaknya, kadang tanpa mengindahkan lagi rasa sungkan untuk mencampuradukan nama-nama dari daerah (suku) lain di Indonesia. Misalnya pada nama Rahmat Lubis (diketahui oleh penulis bahwa penyandang nama tersebut bukan orang/berasal dari suku batak), hanya karena orang tuanya barangkali suka dengan nama "Lubis", sehingga orang tuanya menggunakan nama tersebut pada bagian nama belakang anaknya. Berbeda jika dibandingkan dengan Muchtar Lubis (dikenal oleh umum sebagai seorang pengarang roman yang berasal dari Batak). Persoalannya, bagaimana pengkatalog mengetahui kasus seperti ini?

Contoh lain, misalnya pada nama-nama Indonesia yang berasal dari nama Arab,

Amir Husein Achmad (tidak jelas apakah Achmad adalah nama ayah/keluarga atau bukan)

Abdurrahman Wahid (diketahui bahwa Wahid adalah Nama Ayah)

Sulit untuk menentukan apakah nama belakang dari nama yg diadopsi dari nama arab adalah nama keluarga/fam ?

Orang Indonesia sudah tidak merasa "tabu" untuk menyandang nama-nama, yang dulunya mungkin nama bangsawan atau nama keluarga "terpandang" untuk nama belakangnya. Sehingga bagian nama belakang atau terakhir tersebut menjadi tidak signifkan lagi kalau dijadikan sebagai kata utama.

Ada beberapa contoh bagaimana orang mengingat nama orang-orang terkenal berikut, seperti :

Adnan Buyung Nasution ? lebih dikenal dengan nama “Adnan Buyung”, tidak pada nama Nasution.

Bob Tutupoly? dikenal dengan Bob, jarang yang mengingat dengan nama “Tutupoly”

Glen Fredly, nama keluarga tidak dicantumkan? Paling dikenal dengan nama Glen Fredly

O.C. Kaligis, bentuk nama depan yang disingkat, bahkan ada yang mengingatnya hanya dengan “O.C.”

Buku telepon adalah contoh penerapan peraturan baru tentang kata utama nama pengarang Indonesia. Daftar pada buku telepon menuliskan nama-nama Indonesia apa adanya (tidak dibalik). Dan terdapat kebiasaan kalau harus disingkatpun, orang Indonesia umumnya lebih senang kalau nama belakangnya yang disingkat dari pada nama depannya, misalnya Syaiful Jamil menjadi Syaiful J.


III. KESIMPULAN DAN SARAN

Penentuan kata utama untuk nama-nama pengarang Indonesia adalah persoalan yang cukup rumit, karena memang hal itu merupakan persoalan sosial-budaya di masyarakat manapun. Sebagai persoalan sosial, seperti gejala sosial lainnya, hal itu memang akan tetap mengalami perkembangan atau perubahan terus menuju ke arah kesempurnaan. Akan tetapi, keputusan yang diambil oleh Perpustakaan Nasional sudah merupakan keputusan yang tepat. Paling tidak untuk saat ini. Bahwa Kata utama nama-nama pengarang Indonesia jatuh pada bagian nama pertama, kecuali nama yang mengandung nama marga/keluarga. Sehingga segala “keberatan” yang selama ini ditujukan kepada Perpustakaan Nasional selaku lembaga yang memiliki otoritas (Auhority control) untuk mengatur ketentuan tersebut sudah terpenuhi. Namun yang lebih penting, keputusan (SK Kepala Perpusnas RI, No. 20 Tahun 2005) sudah bisa menampung dan memenuhi kebiasaan penulisan nama sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia.

Perubahan penulisan nama (umumnya pada tajuk/kata utama) yang berlaku sebelum SK Kepala Perpusnas No. 20 Tahun 2005 menentukan kata utama jatuh pada bagian nama terakhir, yang kemudian mengharuskan penulisan nama-nama Indonesia dibalik, sudah dilakukan masyarakat Indonesia selama kurang lebih lima puluh tahun. Dengan diberlakukannya Keputusan baru tersebut, walaupun itu sudah diberlakukan sejak tahun 2005 lalu, memerlukan sosialisasi kembali kepada masyarakat umum. Karena tidak mustahil, sampai saat ini masih ada beberapa lapisan masyarakat yang tidak mengetahui perubahan tersebut. Sekali lagi, menjadi tugas Perpustakaan Nasional, selaku pembina perpustakaan di Indonesia, dan asosiasi-asosiasi yang relevan, misalnya Asosiasi kepustakawan, pengarang, penerbit, dan komunitas akademisi untuk secara bersama-sama memasyarakatkan peraturan/ketentuan baru tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

1. Allen, K. 1995. What names tell about the lexicon and the encyclopedia, dalam : lexicology, Vol.1/2, hal 280-325

2. Ardoni. Penyeragaman tajuk entri utama nama pengarang dan aplikasi teknologi informasi. http://palimpsest.fisip.unair.ac.id/images/pdf/ardoni.pdf. akses 9 Juni 2010.

3. Dede Kosasih. Kosmologi sistem nama diri (antroponim) masyarakat Sunda: dalam konstelasi perubahan struktur sosial budaya. http://file.upi.edu/Direktori/C%20-%20FPBS/JUR.%20PEND.%20BAHASA%20DAERAH/196307261990011%20-%20DEDE%20KOSASIH/PDF/Makalah/Kosmologi%20Nama%20Diri.pdf. Akses 30 Juni 2010.

4. Ervin-Tripp, Susan. 1972. On sociolinguistic rules: alternation and co-occurance, dalam : John J. Gumperz dan Dell Hymes (Editor) Directions in sociolinguistics: the etnography of commmunication. New York: Holt, Rinehart, and Winston, Inc., Hal 213-250.

5. Irma Utari Aditirto. 2003(?). Tajuk nama pengarang Indonesian: masalah dan solusinya. Makalah Seminar Tajuk entri utama nama-nama Indonesia, Jakarta, 19 Juni. http://digilib.pnri.go.id/collection/index.asp?panel_tengah=detail&collection_id=2005819102323&collection_type_code=k003 Akses 2 April 2010.

6. I. Lukmana. 2002. Reference to a third person in Sundanese. Disertasi Ph.D. pada Department of Linguistics, Monash University, Australia.

7. Lyons, J. 1995. Linguistic semantic: an introduction. Cambridge: Cambridge University Press.

8. M. Pei. 1974. Kisah daripada Bahasa (terjemahan). Jakarta: Bharata.

9. Minanuddin. 2003(?). Perbahan peraturan mengenai kata utama dan ejaan tajuk nama pengarang Indonesia: suatu gagasan. Makalah Seminar Tajuk entri utama nama-nama Indonesia, Jakarta, 19 Juni. http://digilib.pnri.go.id/uploaded_files/k003/normal/Tajuk_Nama_Pengarang_Indonesia.pdf. akses 9 Juni 2010.

10. Murphy, G.L. 1988. Personal reference in English, dalam Language in Society, Vol.17, Hal 317-349

11. P. Suparlan. 1980. Manusia, kebudayaan dan lingkungannya Perspektif Antropologi Budaya, dalam : Yang Tersirat dan Tersurat. Fakultas Sastra Univesitas Indonesia 1940-1980.

12. Pembaharuan tajuk nama pengarang Indonesia. Sumber : http://perpusdajateng.blogspot.com/2008/11/pembaharuan-tajuk-nama-pengarang.html

13. Perpustakaan Nasional. 2005. Surat Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional R.I. Nomor 20 tahun 2005 tentang Kata Utama dan Eejaan untuk Tajuk Nama Pengarang Indonesia. http://kelembagaanfiles.pnri.go.id/pdf/about_us/official_archives/public/normal/2005412151746.pdf. akses 16 April 2010

14. Sulistyo Basuki. 2003. Penentuan tajuk entri nama-nama Indonesia berdasarkan pola nama Indonesia dan kebiasaan penulisan di bahan perpustakaan. Makalah Seminar Tajuk entri utama nama-nama Indonesia, Jakarta, 19 Juni.

15. T.O. Ihromi. 1999. Pokok-pokok antropologi budaya. Yayasan Obor Indonesia. http://books.google.co.id

16. Udiati Widiastuti. Tanggapan terhadap penulisan tajuk nama pengarang Indonesia dari sudut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

17. Wikipedia (Ensiklopedia bebas bahasa Indonesia). 2010. Nama Indonesia.